Pemilu merupakan salah satu pilar utama dalam pelaksanaan sistem demokrasi di Indonesia. Memilih wakil rakyat dan presiden dan Wakil melalui suara pilihan rakyat yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, dan jujur sebagai sarana bagi warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam menentukan arah dan masa depan negara.
Semangat berdemokrasi pasca
reformasi adalah semangat berdemokrasi yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD
1945, melalui penyempurnaan pelaksanaannya serta perbaikan peraturan-peraturan
yang menghambat demokratisasi. Reformasi
juga ingin menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab antara
lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam menjalankan
pemerintahan.
Semangat berdemokrasi
pasca reformasi adalah semangat yang menghargai hak asasi manusia, kebebasan
berpendapat, keadilan sosial, dan partisipasi rakyat dalam menentukan nasib
bangsa. Oleh sebab itu semangat ini harus dijaga dan dikembangkan dan
diturunkan kepada generasi muda agar demokrasi Indonesia menjadi lebih baik dan
berkembang dan berkualitas.
Setelah
lebih dari dua dekade pasca reformasi, cita-cita demokrasi yang diharapkan
rupanya banyak diselewengkan oleh oknum-oknum politisi dan para elit. Hasil survey yang dilakukan oleh LP3ES
menemukan bahwa terdapat 31 masalah demokrasi di Indonesia yang dikelompokkan dalam 4 konsep besar; struktural,
institusional, kultural dan agensi
Media
sosial sebagai wahana atau saluran untuk menyampaikan segala bentuk informasi
di era informasi tidak bisa dibendung lagi kebebasan dan keterbukaannya. Keterbukaan
informasi, media sosial menjadi salah satu instrument politik yang terkadang
disalah gunakan terlebih menjelang tahun-tahun politik.
Penyalahgunaan
keterbukaan informasi ternyata tidak terjadi dalam pemilu saja, namun praktik
demokrasi di masyarakat seperti politisasi SARA, bertebarnya kebencian, kabar
bohong (hoaks), fitnah, saling memaki
dan menghujat di media sosial, hingga tumbuhnya buzzer (pendengung) yang dipelihara oleh oknum tertentu bahkan oleh
pemerintah yang berujung pada terjadinya politik polarisasi yang mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa.
Kemendagri, (2021)
menyebutkan bahwa perjalanan demokrasi Indonesia di era
disrupsi dapat dikatakan berjalan secara liberal. Fenomena ini juga diperkuat juga
dengan laporan The Economist
Intelligence Unit (EIU), Indeks Demokrasi Indonesia pada tahun 2019, dan
2021 menunjukkan bahwa kualitas demokrasi Indonesia telah mengalami pengurangan
secara siginifikan yang tidak hanya menyentuh aspek kebebasan sipil dan
pluralisme, namun juga fungsi pemerintahan (Jati, 2021).
Ketika kondisi ini terus berlanjut tentu akan mempengaruhi keamanan dan
ketertiban dimasyarakat. Polaritas yang tinggi dapat menyebabkan konflik sosial
dan politik meningkat dan rakyat akan menjadi korbannya.
Menyadari
akan bahayanya polarisasi dimasyarakat akibat dari pelaksanaan demokrasi yang
menyimpang, usaha perbaikan tentu harus dilakukan. Dibutuhkan komitmen bersama
dari semua elemen masyarakat, termasuk pemerintah, partai politik, masyarakat
sipil, media, dan masyarakat secara luas untuk membangun demokrasi yang lebih
inklusif, transparan, dan berdaya tahan. Masa depan demokrasi Indonesia akan
ditentukan oleh kemampuan kita untuk menghadapi tantangan dan memperkuat sistem
demokrasi secara keseluruhan.
Pemilu,
sebagai momentum partisipasi rakyat dalam menentukan masa depan bangsa dapat
menjadi salah satu trigger perbaikan
berdemokrasi. Rakyat harus semakin cerdas dalam
memilih, tidak tergiur dengan iming-iming materi sesat dan menggadaikan masa
depan bangsa dan negara. Praktik money
politic adalah salah satu bentuk adanya kapitalisme dalam pelaksanaan pemilu yang akan
melahirkan kesenjangan ekonomi-sosial-politik dan hegemoni segelintir elit
terhadap masyarakat (Fachrurozi, 2016).
Sebagai
langkah preventif Generasi Milenial (Gen Y) dapat berfungsi katalisator untuk
pembangunan demokrasi yang berkualitas tinggi dan penyambung estafet budaya
demokrasi yang sehat ke generasi berikutnya (Lesmawan,2019). Generasi Z didik
dalam alam dan dimensinya oleh sistem,
instrumen pendidikan, dan negara sebagai media demokrasi. Membangun generasi
yang kreatif, kritis, dan mampu menyelesaikan masalah, berkomunikasi, dan
berkolaborasi melalui pendidikan politik dan demokrasi dengan menciptakan iklim
berdemokrasi yang sehat dimasyarakat.
Iklim berdemokrasi yang sehat tersebut tentu akan menjadikan anak-anak
di masa depan siap untuk hidup berdemokrasi, beretika, kritis terhadap isu di
masyarakat, kritis terhadap penyelewengan dan informasi baru, dan dapat bekerja
sama untuk menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien dimasyarakat.
Pendidikan
demokrasi sejak dini bagi generasi muda akan mencerminkan seperti apa demokrasi
kita ke depan. Generasi muda sebagai penerus bangsa harus siap memahami
nilai-nilai demokrasi, berpartisipasi aktif dalam proses politik dan
bertanggung jawab sebagai warga negara. Pendidikan demokrasi membantu anak-anak
memahami prinsip-prinsip dasar demokrasi, seperti hak asasi manusia, kebebasan
berekspresi, dan keadilan. Dengan pemahaman ini, mereka akan semakin sadar akan
pentingnya berpartisipasi aktif dalam proses politik dan menghormati kebebasan
dan hak-hak warga negara lainnya. Generasi muda didorong untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan politik dan kemasyarakatan. Mereka diajari pentingnya
memilih dalam pemilu, berkontribusi pada organisasi masyarakat dan
mengungkapkan aspirasi dan gagasan mereka.
Pendidikan
demokrasi juga akan membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
rasional. Mereka diajari untuk mengevaluasi informasi, membangun argumen
berbasis bukti, dan membuat keputusan berdasarkan informasi dan bertanggung
jawab. Anak-anak belajar tanggung jawab sosial berempati dengan orang lain,
memahami perbedaan dan berkontribusi pada kebaikan bersama untuk membangun
masyarakat yang lebih inklusif dan adil. Pendidikan demokrasi dapat menjadi
upaya pencegahan radikalisme dan ekstremisme di kalangan generasi muda.
Dengan
memahami pentingnya dialog, toleransi, dan keterbukaan terhadap perbedaan,
siswa dapat melawan narasi ekstrem yang dapat mengancam stabilitas dan harmoni
sosial. Generasi muda yang terdidik dengan baik dalam demokrasi akan menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas bagi negara. Mereka dapat berperan aktif
dalam mengembangkan dan merumuskan kebijakan yang diarahkan untuk kemaslahatan
masyarakat.
Dengan
demikian, cerminan demokrasi kita ke depan akan tampak lebih inklusif,
transparan, dan tangguh, yang merupakan tujuan yang diinginkan dalam membangun
sistem demokrasi yang kuat dan berkelanjutan. (*)
Disusun
Oleh: Afrijal
Mahasiswa
Pascasarjana FKIP Universitas Lampung
0 Komentar